Pages

Rabu, 29 Juni 2011

Kebebasan Berekspresi Di Internet

Dulu saya pernah dituduh kerjaannya hanya cekakak cekikik main FB-an aja. Wah saya sebel banget dikatain hanya ketawa ketiwi seharian di internet, gak terima banget. Amat sangat fitnah itu. Faktanya saya berinternet untuk mencari informasi, membaca berita, menulis, jualan, promosi usaha saya dan tentu saja di sambi FB-an & Twitteran. Jadi bukan cuma cekakakan saja.
Saat itu saya sangat kesal dan ingin menjelaskan pada si penuduh itu, bahwa apa yang dia pikirkan tentang saya adalah salah. Tapi ternyata sulit memberitahu orang semacam dia. Orang yang tidak paham Internet tapi sok tau, merasa sudah paham luar dalam tentang internet (lho kok saya jadi curhat?).Dia terlahir sebelum era internet dan hingga saat ini tak ingin juga belajar internet, tapi dengan gagah berani menuduh saya dengan tuduhan yang kejam meyayat hati  seperti itu. Sungguh perih hati ini, bagai disayat sembilu (maaf saya terkontaminasi oleh sinetron, jadi bahasanya sangat didramatisir :D).


Saya bertanya pada diri saya sendiri, kok saya sampai dituduh seperti itu, memang apa yang telah saya lakukan?..ternyata keaktifan saya di FB lebih “terpantau” oleh sang penuduh dari pada keaktifan saya menulis di blog. Dan penuduh itu tidak tahu bagaimana sebuah tulisan di internet bisa bermanfaat bagi diri sendiri maupun bagi orang lain. Apalagi si penuduh juga tidak mengetahui jika saya mempunyai beberapa blog dengan tema yang berbeda, yang memang sengaja secara berkala saya update. Wuih pokoknya lengkap deh penderitaan saya gara-gara tuduhan yang tidak mendasar ini.
Hal tersebut diatas adalah salah satu alasan mengapa sampai saat ini saya aktif membantu mensosialisasikan film Linimas(s)a (sebuah film yang sangat inspiratif, yang memberitahu masyarakat bahwa kita bisa cerdas bersama internet) dan Internet Sehat, bersama dengan komunitas Blogger Bertuah (komunitas Blogger Pekanbaru).
Pengalaman saya ini adalah fakta yang banyak terjadi. Dan seharusnya tidak perlu terulang hanya karena kurangnya pemahaman pada masyarakat.

Saya hidup diantara orang-orang yang tidak menggunakan internet secara maksimal dalam kesehariannya. Maka tidak heran jika saya sering mendengar ketakutan-ketakutan yang tidak mendasar terhadap internet.
Salah satu pekerja di Rumah Jahit saya bahkan pernah melarang anaknya pergi ke warnet, gara-gara dia khawatir anaknya akan membuka situs porno. Padahal anaknya meminta ijin padanya untuk mencari soal-soal ujian, agar bisa berlatih di rumah. Perilaku ketakutan berlebihan seperti itu tentu menghambat kemajuan seseorang.
Ternyata di kalangan orang awam internet masih dianggap “mahluk” yang menakutkan, yang akan memberi dampak negatif bagi para penggunanya. 
Wah itu tentu saja anggapan yang tidak benar tho?...wong internet itu dibuat untuk memudahkan hidup kita.
Eh saya jadi ingat salah satu tweet yang saya baca, bunyinya gini, "Kalau yang kamu buka adalah tong sampah, maka kamu hanya akan menemukan sampah", artinya apa?..buanglah sampah pada tempatnya?..tentu saja, buang sampah ya harus pada tempatnya, tapi maksud kalimat itu adalah, jika kita membuka situs yang sebenarnya kita sudah tau situs itu tak bermanfaat bagi kita, maka kita hanya seperti menemukan sampah saja. whew..gak mbuka situs sampah aja kita dah ketumpukan sampah.

Social Media (Jejaring Sosial)

Demam FB telah menjalar ke seluruh lapisan masyarakat. Sebagai guru privat, saya berusaha menularkan ilmu internet saya (yang tidak seberapa ini) pada orang tua murid, yang kebanyakan dari mereka tidak tahu tentang internet (karena pada jaman mereka sekolah belum ada internet).
Maksud saya menularkan ilmu internet ini adalah, setidaknya para orang tua bisa memantau kegiatan anaknya berselancar di dunia maya. Salah satu yang saya ajarkan pada orangtua murid adalah tentang Facebook (FB). Eh tanpa dinyana, tanpa disangka sodara-sodara, ternyata setelah tahu tentang Facebook, para emak-emak ini kok malah asik FB an. Trus anaknya pada protes ke saya, “Miss Novi kenapa ngajari mama FB-an sih?, sekarang mama suka heboh ma FB nya”….whaduh…

Hingga tibalah di suatu senja yang hening, saat langit bersemburat lembayung (maaf saya agak mendramatisir suasana). Saya menonton film Linimas(s)a bersama beberapa teman blogger. Saat itu juga saya langsung meng add FB nya mas Harry (salah satu tokoh di film Linimas(s)a) dan mas Harry langsung merespon, kami terlibat pembicaraan tentang film tersebut.
Setelah menonton film tersebut, saya dan teman-teman blogger tergerak untuk mensosialisasikan film ini pada masyarakat dengan mengundang salah satu yang terlibat dalam pembutan film tersebut. Alhamdulillah pakdhe Blontankpoer sempat hadir dalam pemutaran film Linimas(s)a di gedung Bapeda Pekanbaru.
Melihat film yang menginspirasi dan mendengarkan langsung dari sumbernya tentang social media, adalah pengalaman tak terlupakan dan yang terpenting bermanfaat. Bukan saja untuk pribadi namun juga untuk banyak orang.

Bagaimana kondisi kebebasan berekspresi (via Internet) di Indonesia dewasa ini?

Masih ingatkah kita akan peristiwa Prita?
Seorang wanita biasa yang hanya ingin berbagi dengan teman di milis tentang ketidakpuasannya atas layanan sebuah rumah sakit berlabel internasional, tiba-tiba harus menghadapi kenyataan mendekam di penjara. Dengan UU ITE pihak rumah sakit menggugat secara perdata dan pidana, hingga Prita dipenjara selama 3 minggu dan membayar denda Rp.204 juta. Tanpa dia sangka, melalui social media masyarakat banyak yang mengetahui kasus ini, kemudian lahirlah Page Koin Peduli Prita, yang pada akhirnya membebaskan Prita dari segala tuntutan dan jutaan masyarakat turut serta menyumbang koin solidaritas untuk membayar dendanya.

Peristiwa yang dialami Prita tersebut, bisa jadi menimpa pengguna internet lainnya. Ketidak jelasan regulasi dalam kebebasan menyatakan pendapat melalui internet bisa-bisa justru menjerat orang untuk tidak menggunakan internet atau khawatir jika ingin menyatakan sesuatu di internet. Jika ditilik ulang, apa sih yang salah dengan Prita?. Dia hanya ingin berbagi dengan teman melalui milis, bukan disebar untuk umum…coba bayangkan jika itu ditulis di blog, twitter atau facebook, mungkin  hukumannya lebih berat kali ya? :P, soalnya blog, twitter dan facebook kan lebih “terbuka” daripada milis.

Ketika saya sedang melakukan sosialisasi tentang Internet Sehat dan Mading Online untuk guru-guru se Riau, ada sesorang guru mengatakan, kebijaksanaan sekolahnya telah mengeluarkan seorang siswa yang telah dengan sengaja merekam dan mempublikasikan rekaman yang tak layak untuk dilihat dan dapat memberi dampak buruk bagi para penontonnya.
Hal di atas merupakan satu contoh kasus, bagaimana kebebasan diartikan secara salah.


Banyak orang (setidaknya di sekitar saya) mengatakan “Makanya jangan sembarangan nulis di internet”…Lho???...maksudnya??? kalo gak di internet boleh sembarangan?. Ya gak juga.
Mungkin maksud orang-orang tersebut adalah berhati-hatilah dengan apa yang kau tulis. Kalau kata Internet Sehat sih “Wise while online, think before posting”.
Kebebasan  mutlak itu hanya ada jika kita hidup sendiri. Jika kita telah berhadapan dengan orang lain atau bersosialisasi dengan orang lain, maka sebenarnya kebebasan kita dibatasi oleh kebebasan orang lain. Kebebasan juga dibatasi oleh norma yang berlaku di wilayah tertentu.

Kebebasan berekspresi di internet bukan hanya didominasi oleh tulisan. Masih segar di ingatan kita tentang Keong Racun-nya Shinta Jojo, Briptu Norman dan Udin Sedunia yang sempat booming di masyarakat.
Mereka adalah bagian masyarakat yang menggunakan internet sebagai wadah berekspresi.
Shinta dan Jojo yang sukses dengan lipsinc lagu Keong Racun (yang malah mengalahkan penyanyi aslinya), dan videonya didownload jutaan orang. Begitu pula yang dialami Briptu Norman yang sangat berekspresi saat joget duduk bin jaga kantor bin pakai seragam polisi. Sangat fenomenal, karena kepolisian dipandang sebagai lembaga yang "kaku", yang kalau sedang bertugas, mukanya harus kliatan tegas, dan selama ini belum ada video yang menampilkan polisi yang sedang bertugas malah joget india.
Hal yang sama dialami juga oleh Udin, pemuda asal Lombok yang menuangkan ekspresi lewat sebuah lagu dan menguploadnya ke internet.
Sebenarnya banyak contoh sukses seperti halnya mereka bertiga, namun jika saya ceritakan semua disini, bisa habis 3 halaman nih.
Ssstt...tapi apa kabarnya ya ketiga "artis" dadakan itu?. Kok sekarang gak kedengaran lagi?

Bagaimana sebaiknya pengguna Internet di Indonesia dalam mengatur dirinya sendiri?


Data yang tersaji di film Linimas(s)a menunjukkan betapa pontensialnya Indonesia sebagai pengguna internet. Indonesia sebagai pengguna ke dua terbanyak dalam jumlah pengguna facebook dan twitter.
Ditambah lagi dengan jumlah blogger dan netter yang juga tak kalah banyaknya. Jika jumlah yang banyak ini dibarengi dengan pemahaman yang benar maka saya yakin Indonesia akan mampu menjadi bangsa yang kuat dan mandiri. Karena sebenarnya keberadaan internet adalah untuk memudahkan kita mendapatkan, menyampaikan dan membagikan informasi. Sedangkan informasi itu sendiri adalah kekuatan.

Internet bukanlah tempat sampah dimana kita bisa menumpahkan apa saja kedalamnya.
Maka untuk menghindari hal-hal yang tidak diinginkan, mari kita biasakan untuk berpikir cerdas, berpikir bijaksana sebelum mengambil tindakan. Bahwa apa yang kita posting (baik berupa tulisan, gambar, video maupun suara) akan selalu diikuti oleh dampak. Jika kita ingin menjadi manusia yang penuh manfaat bagi sesama, maka selayaknya hanya dampak baiklah yang kita sebar. Dan ingat di internet, sekali kita memposting, kita tidak akan pernah bisa menariknya kembali.

Setelah saya bercerita panjang lebar tentang kebebasan berekspresi di internet, akhirul kata, saya berharap kita bisa menebar manfaat bagi sesama.

9 komentar:

  1. pembukaan dan pendahuluan ok
    bab 1 ok
    bab 2 ok
    bab 3 ok
    penutup ok
    kesimpulan ok

    nilai = ok

    BalasHapus
  2. betol kate encik puan
    saye sangat bangge jike dapat memberikan hal bermakne kepade dunie

    BalasHapus
  3. sebuah ulasan yg sangat menarik sekali mba
    kami pun akan selalu berpikir sebelum memosting di http://www.tamadunmelayu.info/

    BalasHapus
  4. tulisannya panjang tapi asiik
    mba tinggal di pekanbaru ya

    salam dari Malay Riau Heritage

    BalasHapus
  5. terima kasih atas kunjungannya mba
    mari kita pergunakan internet dengan sebaik-baiknya

    BalasHapus
  6. seluruh kru berita terkini mendukung segala hal positif dari dunia internet, termasuk tulisan ibu

    BalasHapus
  7. sama halnya dengan sebuah pisau, maka internet memiliki sisi yang baik dan buruk. tergantung kepada usernya.
    ingat bagaimana kementerian komunikasi dan informatika sudah berusaha keras untuk memblokir situs2 porno? walaupun ada hasilnya, tapi kurang maksimal.
    kalau di pikiran user-nya memang hendak mencari-cari yang buruk di internet, segala cara akan digunakan.
    banyak manfaat yang kita dapatkan dari internet, demikian juga banyak hal jelek yg bisa kita dapatkan (kalau kita mau).
    kitalah yang memilah, mau yang baik atau yang jelek.
    walaupun di internet kita bebas berekspresi, tapi tetaplah dalam koridor aturan main. jangan kebablasan.
    gunakan cara berinternet yang sehat. (Wise while online, think before posting - setuju banget!)
    petik manfaat yang baik dari internet, sehingga bisa bermanfaat bagi diri sendiri dan orang lain.

    BalasHapus
  8. sama mbak, saya juga sring d katakan cuma bisa online ngabisin uang, jdi sya juga ingin belajar lbih ttg internet sehat, semoga bisa membantu ..

    BalasHapus
  9. Keren dan mantap... sesuai dengan pasal 28 UUD 1945...

    BalasHapus