Pages

Selasa, 01 Maret 2011

AVID, Penyakit Yang Terus Menyebar

Sebuah artikel di sebuah majalah menyebutkan tentang AVID (Acquired Violence Immune Deficiency) atau penurunan kekebalan terhadap kekerasan.
Yang mencetuskan nama ini adalah Letnan Kolonel David Grossman, mantan guru besar psikologi di West Point, Akademi militer AS.
Grossman adalah pensiunan tentara pakar desinsititasi (hilangnya kepekaan perasa), yang melatih para prajurit agar mereka lebih efesien dalam membunuh.

Penyebab AVID adalah kekerasan, yang oleh industri media tentu saja tidak kekerasan, tapi dengan gaya bahasa yang diperhalus menjadi "laga","aksi" dsb.
Betapa banyak kita menyaksikan kekerasan di televisi yang kemudian lambat laun akan berdampak pada pemirsanya (khususnya anak-anak).
Kekerasan disuguhkan bukan hanya dalam bentuk tayangan film, sinetron, game, namun juga dalam iklan dan dalam  bahasa yang digunakan.

Dalam pengamatan saya, keluarga Indonesia memilih menonton televisi sebagai sarana hiburan, dan parahnya tayangan televisi kita masih didominasi oleh tayangan-tayangan yang minim muatan pendidikan. Hanya sedikit sekali tayangan yang enak ditonton (mudah dimengerti bagi sebagian pemirsa) dan sarat muatan pendidikan (tayangan Kick Andy di Metro TV misalnya).

Hal yang terus menerus dilakukan, dilihat dan dirasa maka akan menjadi kebiasaan.
Kebiasaan melihat kekerasan membuat tak lagi sensitif terhadap kekerasan, dan jika ini terjadi secara massal maka akan terjadi efek desentiasi massal...bayangkan jika secara massal kita kehilangan rasa sensitif terhadap kekerasan (telah ada contohnya bukan?!...bagaimana segerombolan orang dengan tanpa perasaan
mengobrak-abrik hingga membunuh sekumpulan manusia yang tak sependapat dengan mereka)

Desensititasi membuat kita menjadi kebal dengan penderitaan orang lain, kesakitan orang lain, menumpulkan empati kita.
Padahal kemanusiaan kita anatara lain ditentukan sejauh mana kita berempati terhadap penderitaan orang lain, sejauh mana tanggungjawab kita atas keselamatan orang lain dansejauh mana kita berupaya membantu orang lain.

Kita sebagai orang yang "melek" media seharusnya mampu memberikan kontribusi kita terhadap lingkungan.
Tentu kita mulai dengan lingkungan terdekat kita...saring dan buang yang memang sampah.
Media bukan hanya televisi, namun ada juga media cetak, internet dll.
Kemampuan kita untuk menyaring apa yang layak kita konsumsi ditentukan oleh cara pandang kita. Selalu tanyakan terlebih dahulu sebelum beraktivitas apapun "Apakah ini bermanfaat bagiku, bagi sekelilingku?". Menurut pengalamanku dengan bertanya seperti itu sebelum memulai aktivitas, mampu mengerem kita untuk tidak melihat, mendengar dan membaca dan melakukan sesuatu yang tidak membuat kita cerdas...apalagi membuat kita semakin tumpul, tumpul dalam hal apapun.

Wallahualam.

1 komentar: